Pusakanesia

Pusaka Negeri Untuk Berbakti

 
Aku
Hanya orang biasa yang suka memandangi keindahan masa kini. Aku suka menikmati indahnya masa silam pada bentuk yang masih tersisa. Aku hanya ALIM yang ingin berbagi apa yang pernah aku baca, aku lihat, dan aku dengar. Aku hanya ALIM yang ingin bersama-sama menjaga kenangan sejarah yang masih tersisa.
Aksi
Asa
Menapak kembali jalanan hidup. Walau kerikil khilaf dan salah menghadang, tetap harus kita tatap. Setelah sebulan kita berusaha membasuh jiwa, agar di 1 Syawal bisa kembali ke fitrah. Mari saling buka hati untuk menebar maaf. Melanglang hari baru dengan jiwa bersih dan tujuan mulia, menjadi hamba dengan ridho Ilahi. Amin!
Aktif

Free shoutbox @ ShoutMix
Hit
free hit counters
Surabaya Lama
25 Juli 2007
Tanah Kenangan di Bukit Gunungsari
Ikon kota dengan narasi yang sarat dengan kepahlawanan Arek-arek Surabaya.

Bila berkunjung ke padang golf A Yani, mungkin Anda hanya menjumpai para pemain golf dan puluhan caddie di area seluas 60 hektar itu. Ya, padang golf A Yani, yang merupakan bagian penting bukit Gunungsari, sejak 1898 dibangun oleh orang Belanda sebagai lapangan golf. Dengan demikian, padang golf ini tertua usianya di Jawa Timur, atau tertua kedua setelah padang golf Rawamangun di Jakarta (1867), dan jauh sebelum padang golf Dago Endah di Bandung (1927).
Bukit Gunungsari dipilih oleh orang-orang Belanda yang tergabung dalam PT Shell, perusahaan minyak di Wonokromo Surabaya karena beberapa alasan. Diantaranya, karena bukitnya bergelombang, dekat sungai Wonokromo dan luasnya lebih dari 100 hektar. Namanya pun semula Padang Golf Gunungsari, sebelum akhirnya berubah menjadi Perkumpulan Golf Ahmad Yani (PGAY) pada 1965.
Penggunaan nama A Yani, pahlawan besar milik negeri ini, bukan tanpa alasan. Jenderal A Yani kerap mampir dan bermain golf di lapangan ini. Keakraban yang ditimbulkan dari kharisma A Yani sanggup membikin hubungan antar pemain dari beragam etnis makin baik. "Sehingga, setelah dikonsultasikan pada isteri A Yani dan diijinkan, dipakailah nama A Yani sekaligus untuk mengenang jasanya," tutur Agus Sarosa, General Manager Perkumpulan Golf A Yani Surabaya.
Diceritakan, sejak dibuka lapangan ini hanya digunakan oleh warga Belanda. Hingga akhir tahun 50-an, kata Agus, belum ada orang pribumi yang main golf di sini. Dan sejak awal tahun 60-an, mulai ada sekitar lima orang pribumi main golf, dan terus bertambah dan bertambah. Kepengurusan pun beralih dari PT Shell kepada orang-orang pribumi sejak 1965 di bawah Yayasan Olahraga Golf Surabaya, dengan status hak pakai.
Kini, anggota Perkumpulan Golf A Yani mencapai 850-an orang. Meski diakui pemain golf di A Yani adalah kalangan menengah, namun rata-rata kunjungan per tahunnya cukup besar. Rata-rata kunjungan hanya kalah tipis dari Ciputra Golf & Family Club dan The Taman Dayu. Tahun 2004 ada kunjungan sekitar 35 ribu per tahun. Tahun berikutnya terjadi penurunan menjadi 33 ribu. Keanggotaan seumur hidup hanya dikenakan Rp 15 juta.
"Ada juga keanggotaan untuk waktu tertentu, misalnya setahun, tapi biayanya menjadi lebih besar," jelasnya. Di sini juga terdapat sekitar 215 caddie yang terdaftar dan menggantungkan penghasilan dari para pemain golf langganannya.

Menyimpan Sejarah
Tapi, mungkin sebagian kita tidak tahu bahwa di padang golf ini tersimpan sejarah yang erat kaitannya dengan sejarah Surabaya. Padang golf ini dikelilingi kompleks marinir dan desa Jogoloyo di sebelah barat. Di bagian utara berbatasan dengan perumahan Bukit Mas dan Darmo Hilir. Di sebelah timur berbatasan dengan Hotel Hilton dan Desa Pulosari.
Di padang golf ini terdapat makam Belanda bernama Fredrik Jacob Rothen Buhler (1758-1836), tepatnya di hole 18. Semula tak ada catatan resmi mengenai sang tokoh. Baru setelah salah seorang anggota PGAY, Anton Eikema, berkesempatan melawat ke Belanda diperoleh catatan. F.J. Rothenbuhler selama hidupnya di Surabaya menjabat sebagai penanggungjawab atau penguasa wilayah Ujung Timur berkedudukan di Surabaya (Gezaghebber Van Het Oost Hoek, 1799-1809), sebelum menjabat sebagai residen Pekalongan.
Selama memerintah di Surabaya tinggal di daerah Simpang yang disebut Tuinhuis (sekarang Grahadi) yang dibangun oleh Dirk Van Hogendorp (Gezahebber pendahulunya) pada 1795. Disamping kedudukannya sebagai penguasa, ia seorang pebisnis. Bisnisnya antara lain sarang burung, mutiara dan salpeter (mesiu dari kotoran kalong) yang dikelola melalui perusahaannya Fa. Rothenbuhler En Co.
Menurut catatan, semasa kekuasaannya terjadi beberapa kasus yang kurang mengenakkan. Diantaranya menerobosnya eskader Inggris melalui Gresik di bawah komando Laksamana Madya Pellew gara-gara buruknya pertahanan Belanda. Akibatnya, residen Gresik (Van Naerssen) dan beberapa pejabat tinggi Belanda dipecat. Karena itu pula, F.J. Rothenbuhler mendapat teguran keras dan harus bertanggungjawab atas kejadian itu. Ia dikenai kewajiban memohonan maaf dan menerima sanksi administratif dari Gubernur Jenderal Herman Willem Deandels.
Bangunan makam yang di atasnya terdapat piala penghargaan itu tampak kotor tak terawat. Diakui, selama ini tak ada insentif khusus untuk perawatan. Masih lumayan ada seseorang dari PT Swedish Match Cigars Indonesia yang tertarik untuk mencarikan dana. Ido Notte, presiden director PT SMCI berencana untuk merawatnya secara bertahap. "Mereka akan membersihkan rumput dan membenahi pagarnya, kemudian gambar fotonya akan dikirim ke Belanda untuk mendapatkan dana perawatannya," tukas pecinta golf yang akan mengakhiri jabatannya pada 2007. Untuk pembenahan makam itu diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 50 juta.
Selain itu, pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), padang golf ini pernah hampir rusak, karena ada sebagian lahan yang ditanami pohon jarak atas perintah Jepang. Untung, kata Agus, ada beberapa karyawan yang masih setia memelihara rumput golf, sehingga padang golf masih nyata terlihat hingga perang berakhir.
Kerusakan lebih hebat terjadi ketika masa perang kemerdekaan (1945-1950). Delapan belas hari (28 November 1945) setelah pertempuran Surabaya 10 November 1945 (Hari Pahlawan), pasukan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) terlibat pertempuran dengan Inggris di bukit Gunungsari. Saat itu, tentara Inggris mengerahkan pasukan tank dan peralatan tempur berat lainnya. "Kontur tanah dan rumput di padang golf ini rusak tak keruan," tukasnya.
Tak kurang, empat tentara TRIP gugur dalam pertempuran di bukit Gunungsari. Menguatkan catatan ini, pada 9 November 1995, ditemukan kerangka jenazahnya, lengkap dengan atribut dan peralatan perangnya. Setelah dilakukan penelusuran, tentara tersebut dikenali sebagai Soewarno, Soewondo, Soetojo, dan Syamsudin. "Pak Hartawan, mantan pasukan TRIP juga membenarkan temuan itu," ungkapnya.
Sehabis ditemukan, keempat kerangka itu dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Jl. Mayjen Sungkono. Sementara barang-barang yang ditemukan disimpan di Museum Brawijaya, Malang. Kini, di sebelah tempat ditemukan kerangka itu dibangun monumen. "Bangunan monumen itu untuk menandai dan memperingati para pejuang kemerdekaan yang gugur di sini," kata pensiunan TNI yang berpangkat terakhir kolonel ini.
Bahkan, jauh sebelum masa-masa ini terjadi, di padang golf ini juga terdapat makam ayahanda Pangeran Pekik, yakni Adipati Surabaya bernama Jayalengkara (abad 17 masehi). Catatan ini, menurut Prof Johan Silas, termaktub dalam kitab "Sejarah Dalem" karangan Ki Padmasusastra. Namun, di mana letak persisnya makam itu, tak ada tandanya kini.
Di samping itu, di sebelah barat Gunungsari, yang dulu bernama Dermo, pernah dibangun lapangan terbang komersial (Knilm), sebelum dipindah ke Morokrembangan. Area itu tepatnya kini ditempati kompleks marinir. Sedangkan di Morokrembangan kini ditempati Terminal Petikemas Surabaya (TPS). Baru pada 1980-an lapangan terbang pindah ke Juanda.-husnul m

*Dimuat di majalah Mossaik, Mei 2006

Label:

posted by Alim @ Rabu, Juli 25, 2007  
2 Comments:
  • At 22 Maret 2010 pukul 15.19, Anonymous Anonim said…

    Making money on the internet is easy in the underground world of [URL=http://www.www.blackhatmoneymaker.com]blackhat make money[/URL], You are far from alone if you have no clue about blackhat marketing. Blackhat marketing uses little-known or little-understood ways to produce an income online.

     
  • At 27 Februari 2013 pukul 02.22, Anonymous Anonim said…

    [url=http://www.casino-online.gd]casino[/url], also known as accepted casinos or Internet casinos, are online versions of well-known ("crony and mortar") casinos. Online casinos concurrence gamblers to disport oneself and wager on casino games capital of the Internet.
    Online casinos habitually forth odds and payback percentages that are comparable to land-based casinos. Some online casinos directing higher payback percentages acceptable m‚series appliance games, and some emergence payout section audits on their websites. Assuming that the online casino is using an fittingly programmed unspecific myriad generator, boom games like blackjack comprise an established bourn edge. The payout shard as a replacement representing these games are established sooner than the rules of the game.
    Function online casinos carte blanche short or obtaining their software from companies like Microgaming, Realtime Gaming, Playtech, Worldwide Deception Technology and CryptoLogic Inc.

     
Posting Komentar
<< Home
 
About Me

Name: Alim
Home: Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
E-mail: parama.j@gmail.com
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Template by

Free Blogger Templates

BLOGGER