Pusakanesia

Pusaka Negeri Untuk Berbakti

 
Aku
Hanya orang biasa yang suka memandangi keindahan masa kini. Aku suka menikmati indahnya masa silam pada bentuk yang masih tersisa. Aku hanya ALIM yang ingin berbagi apa yang pernah aku baca, aku lihat, dan aku dengar. Aku hanya ALIM yang ingin bersama-sama menjaga kenangan sejarah yang masih tersisa.
Aksi
Asa
Menapak kembali jalanan hidup. Walau kerikil khilaf dan salah menghadang, tetap harus kita tatap. Setelah sebulan kita berusaha membasuh jiwa, agar di 1 Syawal bisa kembali ke fitrah. Mari saling buka hati untuk menebar maaf. Melanglang hari baru dengan jiwa bersih dan tujuan mulia, menjadi hamba dengan ridho Ilahi. Amin!
Aktif

Free shoutbox @ ShoutMix
Hit
free hit counters
Karapan Kambing
02 Oktober 2007
Asal Mula Karapan Kambing

K
onon karapan kambing berasal dari desa Langsar, Kecamatan Bluto, di Kabupaten Sumenep. Dalam perkembangannya lalu masuk ke beberapa daerah lain di Sumenep. Bahkan juga berkembang dan digemari oleh beberapa pemilik kambing di kota Sumenep sendiri. Diyakini karapan kambing masuk ke Sumenep sekitar tahun 1985.
Karapan kambing sebenarnya, muncul sebagai sarana pengisi waktu luang. Sekedar menjadi obat kejenuhan dalam keseharian setelah menjalani kewajiban sebagai patani atau pedagang. Ternyata ampuh, kerapan kambing mampu menggugah kegembiraan dan keceriaan mereka.
Kalau dalam skala perlombaan, mulai pertama kali dilaksanakan di desa Pagar Batu, Kecamatan Seronggi. Belakangan mulai terindikasi kalau kambing yang paling banyak digunakan untuk karapan memang berasal dari Sepudi, salah satu gugusan kepulauan di Timur Sumenep. Seperti dikenal banyak orang, Sepudi juga merupakan sumber dari bibit-bibit unggul sapi karapan.
"Di awal ketika coba-coba di karap, masih menggunakan kambing sembarang. Tidak seperti sekarang yang mulai lebih spesifik perawatannya. Tetapi karena memang mengasyikkan, maka seleksi pun dilakukan. Tidak semua kambing bisa dijadikan kambing karapan," tutur Herman, 44, pemilik kambing karapan asal Sumenep.
Pernah pula dicoba karapan kambing seperti layaknya karapan sapi. Waktu itu diadakan di daerah Ketapang, Kabupaten Sampang. Tapi karena susah untuk mendapatkan sepasang kambing yang sama-sama kencang larinya. Model demikian akhirnya kurang digemari, dan hilang dengan sendirinya.
Jalur penyebaran demam kambing karapan mulai dari Bluto, kemudian ke Sumenep dan sekitarnya. Lalu terus menyebar ke arah Barat menuju daerah-daerah di wilayah Kabupaten Pamekasan. Kemudian terus merebak ke Barat hingga sampai di Blega, Galis di Bangkalan. "Karapan kambing memang dari awal dipopulerkan oleh kalangan muda," ujarnya lagi. Baru kemudian menular ke mereka di golongan tua.
Di Sumenep, tanggal 5 Maret lalu, kembali diselenggarakan lomba karapan kambing. Lomba ini terbilang skala besar, hadiah utama sebuah sepeda motor dengan uang pendaftaran sebesar Rp 100 ribu. Lomba yang hanya menargetkan 90 ekor kambing karapan itu diikuti oleh seluruh pemilik kambing mulai dari Kabupaten Bangkalan hingga Sumenep. Jumlah peserta dibatasi, menurut salah seorang penyelenggara semata demi memudahkan pembuatan skema perlombaan.
Tempat penyelenggaraan lomba karapan kambing di tingkat lintas kabupaten selalu bergiliran. Sementara untuk tingkat lokal kabarnya sering dilaksanakan walaupun jadwalnya belum tetap, yaitu setiap dua minggu sekali. Di Sumenep dilaksanakan pada minggu pertama dan minggu ketiga.
Hampir di semua kecamatan di Sumenep terdapat lapangan karapan kambing. Yang dekat dengan kecamatan Kota Sumenep terletak di desa Batuan. Di Kecamatan Seronggi juga ada, di Bluto bahkan di daerah kepulauan seperti Sepudi juga terdapat arena karapan kambing.
Di kabupaten-kabupaten lain arena yang tidak membutuhkan lahan luas ini juga sudah banyak. Walaupun fisiknya tidak permanen, setidaknya mereka mempunyai lokasi-lokasi yang sering digunakan untuk ajang ini.
Sebenarnya event-nya sendiri sudah banyak dan sering dilaksanakan. Tapi sayang hingga sekarang belum ada jadwal resmi yang bisa memandu kapan kita bisa menyaksikan karapan kambing. Dan kemana kita bisa datang untuk melihat kunikannya.
Ada kisah, diawal kemunculan karapan kambing ini dari Sumenep. Semula hampir sama dengan karapan sapi umumnya. Yaitu dua ekor kambing menggunakan kaleles (rangka kayu yang diikatkan ke badan kambing/sapi, red), diadu kecepatannya dengan pasangan yang lain.
Kemudian seiring perjalanan waktu, ternyata sangat sulit untuk mendapatkan sepasang kambing yang sama-sama bagus. Hal ini diantaranya yang kemudian membuat masyarakat kurang tertarik. Jadi kendalanya sangat sulit untuk mendapatkan sepasanga bibit yang bagus. Tetapi justru antara satu kambing dengan yang sepasang, lebih menarik yang satu kambing. Kalau istilah mereka 'lebih lucu'.

Piranti Karapan
Dalam karapan kambing, kambing-kambing yang dilombakan tidak dibedakan ukurannya baik besar atau yang kecil. Semua adalah kambing dengan kelamin betina. Usia kambing yang ideal untuk karapan, kalau diibaratkan peredaran matahari sepanjang hari adalah di sekitar jam 9 pagi. "Jadi setidaknya kambing tersebut belum ganti gigi (poang, dalam bahasa Jawa), antara 3-4 bulan," papar Herman yang mengaku kambing karapannya sekarang ada enam itu.
Ketika berada di arena lomba atau karapan, si kambing harus dilengkapi dengan beberapa peralatan. Beberapa perlengkapan yang digunakan dalam karapan seperti jepitan telinga kambing, rekeng (sejenis bandulan tapi berpaku), kaleles. Kaleles ini beberapa buatan sendiri, tapi ada juga yang memesan dengan harga sekitar Rp 100 ribu. Bahan yang digunakan adalah kayu jati dan rotan. Peralatan lainnya adalah kalonongan, ini terbuat dari kaleng kecil, biasanya bekas korek api. Benda lain yang tak kalah pentingnya adalah balsam dan minyak angin.
Apa fungsi kedua benda yang disebutkan terakhir? Kedua barang itu digunakan ketika kambing akan memulai start. Beberapa bagian dari badan kambing akan dilumuri balsam dan minyak angin. Dengan panas yang dirasa, maka kambing-kambing itu akan berlari sekuat tenaga.
Beberapa ciri kambing karapan yang bagus; bentuk kepala cenderung kecil, badan lurus, pangkal kaki depan tampak besar, posisi badan seperti nungging, usia minimal 3 bulan ke atas, dan belum beranak. Berdasar pengalaman walaupun kambing sudah di setup sebagai kambing karapan, tapi masih sangat memungkinkan untuk kawin dan beranak. Bahkan beberapa dari kambing yang diikutkan lomba masih dalam kondisi bunting muda.
Yang pasti, bila sang induk merupakan kambing karapan yang handal, bukan tidak mungkin keturunannya bisa menjadi kambing karapan yang jagoan pula. Bila seekor induk kambing adalah seekor kambing karapan, kemudian diketahui anak generasi pertamanya juga menjadi kambing karapan yang berlari kencang. Maka, bisa dipastikan generasi kedua dari induk tersebut akan ditunggu oleh banyak penggemar kambing karapan.
Sementara ini kebanyakan orang membeli kambing karapan bukan dari bibit yang memang sama sekali belum pernah dilatih karapan. Namun bukan berarti yang demikian ini tidak ada. Ada pula orang yang coba-coba melakukan spekulasi membentuk kambing karapan dari yang benar-benar anak-an. Kebanyakan dari mereka membeli yang sudah jadi, dan siap diadu kecepatan. Atau yang setengah jadi.
Yang dimaksud dengan kambing karapan setengah jadi, kambing tersebut sebelumnya sudah pernah dilatih oleh orang lain. Atau bahkan sudah pernah mengikuti beberapa lomba. Kalau ada yang tertarik, maka jadilah transaksi jual-beli kambing.
Jika kambing yang dibeli itu masih ada induknya, maka biasanya akan disertai dengan kesepakatan untuk meminjam induknya pula. Tidak sampai disitu, acap kali ada pula yang diikuti dengan kesepakatan pinjam orang yang khusus merawat kambing karapan itu. Pemilik kambing karapan tidak hanya satu atau dua ekor. Tetapi ada memiliki kambing karapan hingga 10 ekor.-az alim

Dimuat di Majalah Mossaik, Edisi April 2005

Label:

posted by Alim @ Selasa, Oktober 02, 2007  
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home
 
About Me

Name: Alim
Home: Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
E-mail: parama.j@gmail.com
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Template by

Free Blogger Templates

BLOGGER